Tujuh Poin Pernyataan Sikap PP Muhammadiyah Untuk Perang Israel dan Palestina


Pecahnya peperangan antara Israel dan Palestina turut menjadi perhatian Persyarikatan Muhammadiyah. Pada Rabu, 11 Oktober 2023 (26 Rabiul Awal 1445 H), Pimpinan Pusat Muhammadiyah merilis pernyataan Pers bernomor:006/PER/I.0/I/2023 TENTANG PERANG ISRAEL-PALESTINA.

Disusun di Jakarta dan ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, pernyataan tersebut memuat tujuh poin yang menjadi pencermatan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, antara lain;

1. Sangat prihatin dengan perang Israel-Palestina dan menyampaikan duka cita yang mendalam atas ribuan masyarakat sipil yang meninggal dunia dan luka-luka.

2. Mendesak kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk segera mengambil langkah-langkah politik dan diplomatik dengan melibatkan pihak-pihak terkait, khususnya Israel-Palestina untuk menghentikan perang, melakukan gencatan senjata, dan melakukan perundingan damai.

3.  Menyerukan agar Israel tidak memanfaatkan perang ini untuk terus melakukan aneksasi dan agresi terhadap wilayah dan bangsa Palestina demi tegaknya perdamaian di kawasan yang penuh gejolak ini. Semua pihak ikut serta menyelesaikan akar masalah dan menaati serta mengimplementasikan Resolusi Dewan Keamanan PBB sebagai solusi konflik Israel-Palestina.

4.  Meminta kepada pemerintah Indonesia untuk lebih  proaktif dan memperkuat langkah-langkah maju yang telah dilakukan selama ini dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina melalui Perserikatan Bangsa-bangsa, Organisasi Kerjasama Islam, dan jalur-jalur lainnya.

5.  Mengimbau kepada semua pihak di tanah air untuk menyikapi perang Israel-Palestina dengan rasional dan arif serta tidak terprovokasi oleh berbagai informasi  provokatif, hoaks, dan menyesatkan yang disampaikan oleh pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan perang Israel-Palestina untuk kepentingan politik tertentu yang berpotensi menimbulkan masalah di dalam negeri.

6.  Menyerukan kepada umat Islam untuk memanjatkan doa dan shalat ghaib bagi kaum muslimin yang menjadi korban perang serta memohon kepada Allah agar perang segera berakhir dan masyarakat dunia hidup damai dan sejahtera.

7.  Muhammadiyah senantiasa mendukung perjuangan Palestina serta bersiap mengirimkan bantuan dan relawan kemanusiaan, aktif berkoordinasi dan bekerjasama dengan berbagai pihak yang dapat dipercaya untuk membantu masyarakat sipil yang menjadi korban perang terutama anak-anak dan perempuan.

 

[reff.:muhammadiyah.or.id)

Read More

Muhammadiyah Jerman Raya Promosi Wakaf Uang untuk Bantu Perempuan Berdaya

 

Wakaf uang dianggap sebagai solusi yang berpotensi besar untuk memberdayakan kelompok rentan, terutama kaum perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Tidak hanya di Indonesia, para diaspora Indonesia juga diharapkan dapat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi melalui wakaf uang.

Merespons isu ini, Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, bersama Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Jerman Raya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Berlin, menggelar seminar hybrid berjudul ‘Wakaf Uang dan Diaspora Indonesia’ pada Sabtu (09/09).

Seminar ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Duta Besar Republik Indonesia untuk Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015 Prof. Dr. Din Syamsuddin, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, Dewan Pakar Majelis Pemberdayaan Wakaf Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Raditya Sukmana, dan berbagai tokoh lainnya.

Dalam sambutannya, Ketua PCIM Jerman Raya, dr. Diyah Nahdiyati, mengapresiasi kegiatan tersebut dan menyatakan harapannya bahwa seminar ini akan menjadi awal dari kerjasama yang lebih erat antara Indonesia dan Jerman dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Mukhaer Pakkanna, Rektor Institute Teknologi (ITB) Ahmad Dahlan Jakarta, juga mengakui upaya PSIPP dalam memahami isu-isu perempuan dan pemberdayaan ekonomi serta melakukan advokasi. Beliau menekankan pentingnya mendekatkan perempuan pada sumber-sumber keuangan dan mengajak diaspora Indonesia di Jerman dan negara lainnya untuk berperan sebagai wakif, yang dapat memberikan wakafnya untuk perempuan yang membutuhkan.

Seminar ini diinisiasi oleh tiga lembaga, yaitu Pusat Studi Islam Perempuan dan Pembangunan ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Jerman Raya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin. Seminar hybrid ini bertujuan untuk menegaskan bahwa alokasi wakaf uang harus dilakukan dengan tepat, guna memberikan manfaat kepada mereka yang menjadi maukuf alaihi (penerima wakaf).

Narasumber yang hadir dalam seminar ini adalah Prof. Hilman Latief, Bendahara PP Muhammadiyah dan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama RI, Prof. Dr. Suhairi, Wakil Rektor I IAIN Metro Lampung, serta Yuke Rahmawati, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sekretaris Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kota Tangerang Selatan.

Ratusan peserta dari berbagai kota di Indonesia dan Jerman mengikuti seminar ini dengan antusias selama tiga jam. Para peserta, baik yang hadir secara fisik maupun secara daring, juga mendapatkan buku gratis berjudul “Wakaf Uang untuk Pemberdayaan Perempuan Tulang Punggung Keluarga,” hasil kajian dari tim PSIPP ITBAD Jakarta yang diketuai oleh Yulianti Muthmainnah bersama sejumlah akademisi kompeten lainnya.

[reff.:muhammadiyah.or.id]

Read More

Agama dan Kohesi Sosial di Tengah Kontestasi Politik

Meskipun pemilu masih setahun ke depan, hiruk-pikuk kegiatan kampanye dan kontestasi setiap kekuatan politik sudah mulai menyesakkan jagat virtual dan ruang publik Ibu Pertiwi. Tak jarang, pesta demokrasi yang seharusnya dilakukan secara dewasa, penuh kesantunan, mengutamakan akal sehat, dan penuh kegembiraan itu seringkali menjadi arena pertempuran yang potensial mengoyak persatuan dan kesatuan Republik. 

Saling lempar hujatan, fitnah, berita hoaks menjadi senjata yang lazim digunakan untuk menyerang, menjatuhkan, menghancurkan atau bahkan mengeleminasi lawan. Etika dan norma-norma perilaku ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’ hanya menjadi simbol yang kehilangan relevansi dan elan vitalnya, di tengah ambisi dan orientasi perebutan kekuasaan jangka pendek. 

Ketika kekuasaan dijadikan sebagai ambisi utama, tak jarang mereka yang terlibat dalam kontestasi politik seringkali telah beranjak ‘terlalu jauh’, dan abai terhadap agenda penguatan demokrasi dan penjagaan terhadap multikulturalisme yang telah menjadi ruh dan spirit keindonesiaan sejak proklamasi kemerdekaan. 

Kualitas pemilu dan demokrasi kita kian memburuk. Bahkan, agama yang semestinya menjadi kekuatan moral seringkali hanya dialihfungsikan sebagai kendaraan untuk mengumpulkan suara dan atau mengonsolidasi otoritas kekuasaan belaka. Pola-pola transaksional antara pemegang kuasa politik dan pemegang otoritas agama akan memunculkan regimentasi keagamaan. 

Dengan masuk melalui instrumen-instrumen kekuasaan, kelompok agama mayoritas mulai mengintrodusir ideologi dan norma-normanya, menjadi hukum resmi yang mengikat semua kelompok minoritas yang berbeda pilihan mazhab ataupun aliran teologinya. Kelompok-kelompok minoritas lain dianggap sebagai ancaman, diperlakukan tidak adil, dan dibatasi aksesnya pada berbagai sumber daya penting. Akhirnya, klaim tentang nasionalisme dan Pancasila seringkali hanya pemanis bibir belaka, yang tidak diejawantahkan dalam sikap dan laku keseharian. Sering mengaku sebagai kelompok paling NKRI, tetapi kerap kali alergi hidup berdampingan dan koeksistensi dengan pihak yang beda saluran politik ataupun mazhab fikihnya. 

Edward Aspinal dan Marcus Mietzner mengkritik tajam arah kemunduran demokrasi Indonesia tersebut. Menurutnya, demokrasi kita mengalami regresi. Menjalankan politik demokrasi, tetapi dengan mengabaikan politik pluralisme agama (Aspinal dan Mietzner, 2019). Inkonsistensi ini menandai rendahnya komitmen para elite politik untuk mewujudkan cita-cita sakral Indonesia sebagai tenda besar yang nyaman untuk semua kelompok agama, sekaligus cikal bakal lahirnya otoritarianisme baru. 

Satu kelompok mayoritas agama dirangkul, sembari menginjak komunitas agama lain yang dipersepsi tidak sejalan. 

Model pendekatan dan tata kelola yang salah dalam menghadapi pluralitas, mempercepat perpecahan baru berbasis identitas agama. Kasus perbedaan pilihan Hari Raya Idul Fitri yang dipersepsi kelompok mayoritas dengan bahasa ‘tidak taat’ terhadap pemerintah mencerminkan mentalitas otoritarianisme tersebut. Ini ialah upaya-upaya koersif untuk menakut-nakuti kelompok keagamaan lain. Disadari atau tidak, mereka terjebak dalam paradigma Hobbesian, yang melihat diversitas sebagai ancaman terhadap ketertiban sosial. 

Ditambah dengan fenomena kemiskinan akut dapat mengakibatkan fragmentasi sosial kian tidak terkendali. Kita sadari bersama, bahwa kefakiran dan kemiskinan menurunkan kadar resiliensi masyarakat dalam mempertahankan kohesi sosial. Terlepas dari data-data statistik mengenai naik turunnya angka kemiskinan yang terus diperdebatkan, realitasnya ialah, masih terjadi kesenjangan atau disparitas kesejahteraan dan pendapatan, dalam struktur sosial kita antara kelompok kaya dengan kelompok masyarakat mustadh’afin tidak bisa diingkari. Pembelahan masyarakat berdasarkan status sosial ekonomi terus terjadi. Tak jauh dari pusat-pusat kekuasaan, kantong-kantong kemiskinan tidak sulit dicari. 

Kemerdekaan Republik Indonesia akan berusia 78 pada tahun ini. Namun, kemiskinan masih menjadi persoalan besar yang belum ter(di)selesaikan. Cita-cita para pendiri Republik akan terwujudnya janji keadilan sosial masih jauh panggang dari api. Korupsi oleh para elite pusat maupun daerah semakin masif, meninggalkan pembangunan sumber daya manusia maupun infrastruktur jauh di belakang. Kasus viral mandeknya pembangunan infrastruktur jalan di Lampung selama beberapa dekade, merupakan puncak gunung es nihilnya pembangunan lantaran korupsi. 

Menjaga kohesi sosial 

Kita harus benar-benar berbuat, agar masyarakat Indonesia yang berbineka dan beragam ini terjaga dari polarisasi, fragmentasi, dan konflik yang tersulut akibat langkanya keadilan dan kesejahteraan. Seperti banyak kasus di negara lain, ketidakpercayaan secara vertikal antarsesama masyarakat maupun secara horizontal adanya distrust dari masyarakat kepada institusi pemerintah, dapat berujung kepada perang saudara, dan bahkan keruntuhan negara. 

Para elite politik hendaknya menyadari, bahwa dinamika dan persaingan politik yang tidak sehat potensial merusak tatanan kohesi sosial masyarakat. Padahal, kohesi sosial merupakan tujuan sosial sekaligus tujuan politik yang penting yang harus dijaga, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila sila ketiga ‘Persatuan Indonesia’. 

Kohesi sosial secara umum dipahami sebagai suatu keadaan dimana interaksi antarwarga negara berlangsung secara stabil dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat (Croissant dan Walkenhorst, 2019). Kohesi sosial menghasilkan masyarakat yang harmonis, yang dapat hidup koeksistensi dalam perbedaan, yang pada gilirannya menyukseskan jalannya pertumbuhan ekonomi dan penguatan demokrasi, dan kesejahteraan. Keragaman merupakan modal sosial yang positif bagi kemajuan bangsa. 

Jerard, Suresh, dan Hedges (2022) telah melakukan riset yang mengukur kohesi sosial di negara-negara ASEAN. Hasil riset ini disampaikan pada saat penyelenggaraan International Conference on Cohesive Society di Singapura yang saya ikuti. Dari hasil riset tersebut, tergambar bahwa Indonesia menempati negara pertama yang memiliki persepsi kohesis sosial yang kuat. Ini harus disyukuri. Oleh karena itu, sebagai negara dengan tingkat keragaman suku, ras, etnik dan agama yang tinggi, menjaga kohesi sosial di Indonesia seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak. 

Para pakar berpendapat bahwa untuk menjaga kohesi sosial setidaknya harus dibangun dengan tiga faktor fundamentalnya. Pertama, social relation yang berarti secara horizontal terbangun hubungan sosial yang baik dalam masyarakat. Ini bermakna, bahwa untuk menjaga kohesi sosial tetap kuat maka satu individu dengan individu lain dalam masyarakat ada jejaring sosial yang kuat, kepercayaan (trust) dalam semua hubungan interpersonal, serta penerimaan terhadap diversitas. 

Kedua ialah connectedness, yang bermakna bahwa baik individu maupun kelompok masyarakat memiliki trust yang tinggi kepada institusi pemerintah serta adanya persepsi, bahwa pemerintah bersikap adil kepada semua kelompok. Ini jelas merupakan pekerjaan besar yang perlu dituntaskan, mengingat kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif sedang tidak baik-baik saja. Agar kondisi ideal ini terwujud, tentu mensyaratkan totalitas kerja keras pemerintah dalam memerangi korupsi dan gaya hidup mewah pejabat, mengayomi dan wujudkan keadilan untuk semua kelompok, menghantarkan public good dan mempersembahkan kesejahteraan hakiki untuk masyarakat. 

Di samping itu, semua institusi publik tidak boleh membuat kebijakan yang diskriminatif. Jangan karena kepala daerahnya berasal dari satu kelompok tertentu, kelompok lain yang ingin beribadah dilanggar. Dalam kaidah fikih, dinyatakan al-‘adlu wajibun fi kulli syaiin. Keadilan wajib ada pada segala sesuatu. Karena itulah, Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah pernah mengecam keras Amr bin Ash yang saat menjadi gubernur di Syam diketahui melanggar hak kewarganegaraan seorang Yahudi. Inilah akhlak seorang pemimpin. Ia konsisten berdiri di atas prinsip keadilan. Ketiga, fokus pada common good. Ini bermakna bahwa individu, masyarakat, maupun negara memiliki sikap dan perilaku yang sama dalam hal berkomitmen menjaga aturan main bersama. Norma sosial ataupun norma hukum, menjadi komando yang harus dipatuhi oleh semua pihak tanpa kecuali sehingga tidak ada lagi perspesi salah bahwa hukum tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Aturan hukum jangan dibuat atas dasar keinginan untuk memberikan hak istimewa kepada kelompok tertentu, tetapi hendaknya dibuat dengan mengedepankan prinsip egalitarianisme, partisipasi dari seluruh warga negara dan besifat demokratis. Dalam prinsip kewargaan modern, tidak boleh ada satu pun warga negara yang hak-haknya diberangus.



Peran agama 

Jika demikian keadannya, maka peran khusus apakah yang dapat dimainakan oleh agama(wan)? Menurut Hillenbrand (2020), setidaknya terdapat tiga peran krusial yang perlu dimainkan. Pertama, pengajaran iman hendaknya dilakukan dalam konteks membangun dunia yang damai dan menghindari sikap arogan yang mendevaluasi insan agama lain hanya lantaran perbedaan keyakian ataupun tata cara beribadah. Keimanan yang inklusif semacam ini menjadi modal penting bagi kohesi suatu negara yang didalamnya terdiri dari banyak kelompok sosial multikultur. Kita bisa mencontoh kembali praktik baik dari Piagam Madinah yang pernah digagas oleh Rasulullah saat berada di Madinah. Digagas pada tahun pertama hijriyah, Piagam Madinah menjadi praktik mediasi dan resolusi konflik yang dibangun di atas dasar pemenuhan hak dan kewajiban semua kelompok agama di negara kota Madinah. Dengan itu, ketiga komunitas Muslim, Yahudi, dan Kristen yang sebelumnya terjebak dalam fraksinasi akibat sengketa latin serta memiliki kekuasaan dan kepentingan yang berbeda akhirnya dapat hidup dengan damai (Yildrim, 2010). 

Kedua, insersi pendidikan keagamaan semestinya mampu mendorong timbulkan sikap dan perilaku yang utama seperti welas asih, tanggung jawab sosial, solidaritas, dan perilaku prososial lainnya kepada siapa pun tanpa harus melihat suku, agama, dan rasnya. Pendidikan agama di institusi pendidikan telah lama diukur keberhasilannya hanya berdasarkan pendekatan kognitif di atas selembar kerta ujian. Orientasi kuno semacam ini perlu diubah dengan metode yang lebih relevan dan komprehensif. Pendidikan agama hendaknya mampu membimbing perilaku manusia bermuamalah dengan baik terhadap sesama. 

Di berbagai perguruan tinggi Muhammadiyah di Jabodetabek, misalnya, kini sudah memulai pengajaran mata kuliah pendidikan agama dengan metode experiental learning. Mahasiswa tidak hanya mempelajari teologi al-Mau’un secara kognitif an sich, melainkan mempraktikannya dalam kehidupan sosial nyata melalui program pemberdayaan keluarga duafa. Mahasiswa diajak mengontekstualisasikan nilai-nilai dalam Surat Al-Ma’un dalam realitas sosial. Setelah diajak mengunjungi kelompok sosial yang tertindas (mustadh’afin), mahasiswa membuat analisis sosial untuk memahami faktor-faktor penyebab kemiskinan. 

Ketika pemahaman itu sudah didapat, mahasiswa menyusun program pemberdayaan dalam bentuk proposal. Pendanaan dicari melalui fundraising dari masyarakat, dan kemudian diserahkan kepada keluarga duafa. Dengan pengalaman semacam itu, mahasiswa belajar berpartisipasi aktif dan menyelesaikan persoalan yang ada di lingkungan sosialnya. Di samping itu, mahasiswa juga belajar civic culture seperti empati, welas asih, dan memanusiakan manusia. 

Last but not least, pada tataran aktif, afiliasi seseorang pada kelompok keagamaan tertentu, hendaknya jangan justru menanamkan sikap arogan dan meremehkan kelompok keagamaan lain. Membangun mentalitas demarkasi bahwa kelompoknya, adalah yang paling benar dan melakukan provokasi bahwa kelompok lain salah merupakan akhlak yang sungguh dicela agama. Wa Allah a’lam.


Oleh : Ilham Mundzir 

Grafis : MI/Seno


Sumber : https://mediaindonesia.com/opini/583540/agama-dan-kohesi-sosial-di-tengah-kontestasi-politik


Read More

Rumah Dakwah PRM Duren Seribu Bojongsari Kota Depok



Baru seminggu berlalu perhelatan Muktamar Muhammadiyah di Solo, sebuah Ranting Muhammadiyah kembali mencatatkan satu tonggak sejarah yang tak kalah membanggakan. Berlokasi di ujung paling barat Kota Depok, Jawa Barat, PRM Duren Seribu, yang baru berusia 1 tahun (berdiri 18 Nopember 2021), pada hari Ahad 27 Nopember 2022 meresmikan Rumah Dakwah Muhammadiyah berlantai dua.

Berdiri di atas tanah 60 meter persegi, wakaf salah seorang warga Muhammadiyah, Rumah Dakwah Muhammadiyah ini akan menjadi pusat kegiatan Koperasi Syariah, Kajian Islam, Pemberdayaan Masyarakat, serta Training Centre.

“Ini sih Gedung, bukan rumah. Cuma karena kerendahan hati Pimpinan Ranting saja tetap disebut Rumah Dakwah. Kualitas dan kemegahannya, sudah setara gedung”, demikian ungkapan Ketua PDM Kota Depok KH. Idrus Yahya saat memberikan sambutan. Lurah Duren Seribu Lahmudin, S. Pd., yang juga kader Muhammadiyah, menyampaikan rasa takjubnya atas kecepatan penyelesaian Rumah Dakwah Muhammadiyah, yang terletak di Blok A 1 No. 46 Sawangan Elok, Duren Seribu, Bojongsari, Depok. “Luar biasa, saya takjub sekaligus terharu, hanya dalam waktu 3 bulan gedung 2 lantai ini selesai dibangun dengan desain yg keren dan berwibawa.”

Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Duren Seribu Bpk. Suharto dalam sambutannya menantang warga Muhammadiyah Duren Seribu dan Duren Mekar untuk tidak hanya berpuas diri dengan selesainya Rumah Dakwah Muhammadiyah ini. “Justru pertaruhan terbesarnya, adalah pada jumlah, variasi, dan mutu kegiatan serta manfaat nya bagi masyarakat banyak.”

Dihadiri oleh sekitar 82 orang tokoh masyarakat dan jamaah Muhammadiyah, acara peresmian berlangsung penuh khidmat dan dalam suasa kesederhanaan. Turut hadir Sekretaris PDM Depok Ust Ali Wartadinata, dan Dr. Muhtadin Tyas, salah seorang Ketua PDM Depok. Peresmian Rumah Dakwah Muhammadiyah juga ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Ketua PDM Kota Depok, Lurah Duren Seribu dan Ketua PRM Duren Seribu.

Seabad Muhammadiyah melintasi zaman telah mengukir tonggak-tonggak sejarah yang monumental bagi Indonesia dan masyarakat global. PRM Duren Seribu, menurut Bpk Tohar Jumali, salah seorang pimpinan PRM Duren Seribu, mencoba menauladani perjalanan sejarah Muhammadiyah tersebut.

“Meski  baru setahun berdiri, PRM Duren Seribu mencoba menggerakan kegiatan dakwah di akar rumput sebagai wujud kontribusi kami di Ranting dalam ‘memajukan Indonesia dan mencerahkan semesta’ dari sudut Kota Depok”. Selamat berdakwah.


(https://suaramuhammadiyah.id/2022/11/29/rumah-dakwah-muhammadiyah-prm-duren-seribu/)

Read More

PCM Bojongsari Kembali Berikan Santunan Dhu'afa Ke Daerah Tertinggal

 

Bertempat di kediaman Kepala Desa Cibeuteung, perumahan Ganesa Kahuripan Bogor hari ini Minggu, 7 Agustus 2022 Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Bojongsari kembali melakukan kegiatan santunan dhu'afa. Santunan dimulai pukul 15.50 WIB dan selesai pukul 17.10. Turut hadir dalam kegiatan santunan ini, ketua PCM Bojongsari, Dr. Zamah Sari, M.Ag. dan beberapa anggota pimpinan, serta ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Duren Seribu.

 

Dalam santunan kali ini, paket yang dibagikan berupa sembako, pakaian layak pakai, dan daging kurban kemasan dalam bentuk rendang dan kornet. Santunan direncanaklan oleh PCM Bojongsari akan berlangsung setiap bulan. Bantuan dalam bentuk sandang dan pangan memang merupakan bantuan yang sifatnya konsumtif. Oleh karena itu perlu dipikirkan bantuan yang bersifat produktif di masa yang akan datang.

 

“kedepan inysaallah bantuan tidak hanya berupa pangan dan sandang tapi juga bantuan yg bersifat bantuan modal usaha. Dengan bantuan modal usaha diharapkan kondisi perekonomia dapat lebih maju sehingga bisa memenuhi kebutuhan dasar. Tentu ini pun disesuaikan dengan kemampuan PCM Bojongsari” Ungkap H. Edi Djunaedi Kamil selaku sesepuh dan salah satu Pimpinan Cabang Muhammadiyah, dalam sambutannya atas nama PCM Bojongsari.

 

Kegiatan ini disambut dengan gembira oleh warga desa maupun Kepala Desa, Bambang. Dalam sambutannya Bambang menyampaikan ucapan terima kasih yang sangat mendalam untuk seluruh Pimpinan Cabang yang telah membantu warganya.

 

“Dengan bantuan yang diberikan oleh PCM Bojongsari, kami berharap dapat lebih baik terutama secara ekonomi, karena terus terang di desa kami ini, akibat masalah ekonomi berdampak pada  kesehatan, seperti gizi buruk sehingga menimbulkan tingkat kematian yang tinggi”. Ungkap Kepala Desa Cibeuteung.

 

Dalam kegiatan santunan ini diberikan kepada 20 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah jiwa sebanyak 41 orang di lingkungan RW 06 untuk RT 02, 03 dan 04. Ke-20 KK tersebut memang merupakan warga yang benar-benar tidak mampu, dan telah disurvei secara langsung oleh PCM. Mengingat pentingnya bantuan ini bagi warga desanya, Bambang berharap kegiatan ini dapat berlangsung secara rutin.

 

“Harapan kami kalau bisa kegiatan seperti ini bisa berjalan dengan terus menerus sehingga masyarakat kami dapat dibantu dan semoga Muhammadiyah Bojongsari khususnya para pimpinan selalu diberikan kesehatan dan rizki sehinga bantuan kepada warga kami tetap lancar” Harap Kepala Desa.

 

Perlu diketahui, bahwa kegiatan santunan kali ini adalah merupakan kegiatan yang kedua. Sebelumnya PCM  Bojongsari  telah melaksanakan kegiatan serupa bersamaan dengan momentum ibadah Qurban pada tanggal 9 Juli 2022. Dalam santunan ini Paket yang dibagikan berupa sembako.

 

Pada  hari berikutnya PCM Bojongsari bekerja sama dengan Yayasan Al Hasra Bojongsari, melaksanakan penyembelihan hewan Kurban, dan telah mendistribusikan sebanyak 620 paket daging Kurban kepada masyarakat Cibeuteung. 

 

Kegiatan tebar daging kurban di daerah tertinggal seperti desa Cibeuteung, terutama RW 06, tentu disambut dengan rasa bahagia dan penuh haru. Dalam pantauan panitia kurban yang dibentuk PCM, masyarakat sudah antri beberapa jam sebelum waktu pembagian.

 

"Di  lingkungan kami tidak ada yang berkurban, karena memang tidak mampu, jadi kalau tidak ada dari luar, maka kami tidak akan merasakan daging sebagaimana lingkungan lainnya" Ungkap ketua RT 02/06 desa Cibeuteung.

 

 

Qurban Hebat

Selain melaksanakan Kurban secara konvensional, PCM Bojongsari sendiri memiliki program QURBAN HEBAT. Program ini berbeda dengan program kurban pada umumnya. Dalam program ini daging diolah terlebih dulu oleh pihak ketiga untuk menjadi rendang dan kornet, dan bisa bertahan sampai dengan beberapa bulan bahkan satu tahun ke depan. 

 

Dalam rapat awal pembentukan panitia, ketua PCM Bojongsari, Dr. Zamah Sari, M.Ag. meyakinkan para pimpinan cabang dan ranting bahwa Kurban dengan cara ini lebih efektif dalam rangka terjaminnya keberlangsungan gizi masyarakat, disamping secara syari’at telah ada fatwa baik dari MUI maupun majelis tarjih tentang kebolehan berkurban dengan cara tersebut.

 

"Tentu dengan ketahanan daging seperti ini sangat membantu para dhu'afa, yang memang rata-rata tidak memiliki lemari es. Di samping itu, para dhu’afa pun tidak cenderung menghabiskan daging hanya dalam beberapa hari, sedangkan di bulan-bulan berikutnya mereka tidak lagi mengkonsumsi daging.” Tegas Zamah Sari.

 

Usulan ketua PCM tersebut secara bulat disetujui oleh anggota pimpinan lainnya dan juga para ketua PRM yang ada di Bojongsari. Maka dengan program QURBAN HEBAT ini, PCM Bojongsari secara rutin akan membagikan daging kurban dalam kemasan kaleng. Dengan kurban dalam bentuk kemasan kaleng ini juga membantu para dhu’afa agar tidak perlu memasak terlebih dulu. Mengingat kemasan kaleng ini sudah siap saji baik dalam bentuk rendang maupun kornet.

Read More

Kajian Bualanan PRM Pondok Petir


Muhammadiyah Bojongsari, Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Pondok Petir kembali menggelar pengajian bulanan, bertempat di Masjid Al Muhajirin Perumahan Bumi Mentari (Sabtu, 23 Juli  2022).

Pada pengajian kali ini ada yang berbeda dari biasanya. Jika pada pengajian-pengajian sebelumnya, pengajian hanya diisi dengan ceramah, kali ini pengajian juga dibarengi dengan kegiatan santunan dhu'afa. Kegiatan santunan mulai dirintis oleh PRM Pondok Petir sejak dua tahun lalu ketika Covid 19 mewabah di negara kita, bahkan dunia. Pada saat itu pemberian langsung diterima oleh penerima di rumah masing-masing.

 

"Kita bersyukur bahwa Covid terus melandai sehingga kita bisa bertemu muka dalam pengajian dengan saudara-saudara kita yang selama ini kita kunjungi. Semoga situasi ini terus berlanjut, sehingga kita dapat bersilaturahim minimal sebulan sekali dengan saudara-saudara kita." Demikian ungkap Drs. Muhammidan, M.M. ketua PRM Pondok Petir dalam sambutannya.

Read More

PDM Depok Lantik Ranting Muhammadiyah Serua di Kecamatan Bojongsari

 

Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting Muhammadiyah (LPCR) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Depok membentuk tiga Ranting Muhammadiyah di Kecamatan Bojongsari di Aula SMK Al-Hasra, Minggu (31/10/2021).



“Ketiga Ranting Muhammadiyah yang terbentuk di Kecamatan Bojongsari yaitu Ranting Serua, Ranting Pondok Petir, dan Ranting Duren Seribu,” kata Ketua LPCR PDM Kota Depok, Sulung Hawari kepada wartawan.

Sulung sapaan akrabnya menambahkan, bahwa kegiatan rencana pembentukan Ranting Muhammadiyah tersebut telah diinisiasikan sejak tahun 2013 lalu. “Kegiatan hari ini hanya penyerahan pembentukan Ranting dari panitia kepada PDM Kota Depok yang selanjutnya akan di buat Surat Keputusan (SK) nya,” ujarnya. Masih dikatakannya, Sulung mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dan bekerja keras dalam mensukseskan kegiatan ini.

Sementara itu, Sekretaris PDM Kota Depok, Ali Wartadinata memberikan arahan kepada Ranting Muhammadiyah yang baru saja dibentuk tersebut. “Ranting-ranting yang sudah terbentuk harus segera bergerak untuk menunjukkan eksistensi Muhammadiyah di ranting masing-masing,” imbuhnya.

Diakhir, Ketua Panitia Pembentukan Ranting se-Kecamatan Bojongsari menyampaikan terimakasih kepada Pimpinan Ranting (PR) yang telah kompak dalam mensukseskan acara ini sehingga berjalan dengan khidmat.

Turut hadir dalam acara pembentukan ranting tersebut, Redi Purba sebagai PC Muhammadiyah Sawangan, Syamsu Kamar sebagai Wakil Ketua PDM Kota Depok, dan DR. Zamah Sari sebagai Wakil Rektor Uhamka sekaligus Anggota Majelis Dikti PP Muhammadiyah.

Read More